Uskup Cornelius Piong
Oleh Linda Edward
Apr 30 2021
KENINGAU – Uskup Cornelius Piong berkata sebagai seorang paderi selama 44 tahun, sudah tentu dia telah melalui pelbagai cabaran dalam pelayanan. Katanya walaupun kadang-kala pelayanan itu dirasai berat namun berkat semangat kekitaan di kalangan umat, pelayanan itu tidak membebankan.
Dia berkata ini di dalam temubual di radio online Keuskupan Keningau, Kekitaanfm pada 14 April lalu sempena Ulang Tahun Kepaderiannya yang ke-44.
Semangat kekitaan yang dimaksudkan Uskup Piong adalah dorongan daripada orang-orang di sekelilingnya.
“Bagi saya, yang memberi dorongan, kekuatan, sukacita dalam pelayanan adalah orang-orang di sekeliling saya; para paderi yang membantu, MPP, belia, katekis, KWK, staf termasuk yang membantu saya di rumah dan yang memasak,” katanya.
Namun kata Uskup Piong ketahanan pelayanan itu tidak boleh disandarkan atas kemampuan manusiawi, “Tetapi untuk dapat bertahan, kita selalu ingat sumber ketahanan kita, alasan dan tujuan kita adalah Yesus.
“Dialah sumber, alasan dan tujuan hidup dan pelayanan kita bukan dari kemampuan kita sendiri,” kata uskup.
Tentang melayani, uskup berkata dia banyak belajar daripada umat awam, “Saya banyak belajar dari umat awam kerana melihat cara hidup mereka, bagaimana menghadapi dan menyelesaikan cabaran-cabaran hidup dalam keluarga, banyak yang saya belajar dari mereka dan itu yang saya gunakan dalam melayani sebagai paderi dan sebagai uskup.
“Saya amat menghargai peranan umat, katekis, para paderi dan religius, asal ada semangat kekitaan, semangat berjalan bersama dan yang paling penting saling menghormati semua golongan umat, tanpa mengira umur atau status,” katanya.
Uskup Piong tidak pernah menganggap karenah umat itu sebagai beban.
“Kalau kau terima itu sebagai beban, jadi beban lah sebab umat pun berbagai-bagai karenah/fikiran tapi kita perlu selalu terbuka kerana kita melayani bukan untuk dilayani.
“Begitu juga dalam kepimpinan, kalau kita memimpin, kita harus ingat bahawa kepimpinan kita itu haruslah bersama Yesus dan sama seperti Yesus,” kata uskup.
Uskup Cornelius Piong, 73 tahun, berasal dari Kuala Penyu, pernah bertugas sebagai seorang guru sandaran dan kerani sekolah sebelum memasuki seminari pembentukan pada akhir tahun 1960-an.
Sebagai anak pertama dalam keluarga, pada awalnya terdapat sedikit tentangan daripada ibu bapanya terhadap panggilan ini namun setelah ditahbis pada 27 Mac 1977, kedua ibu bapanya tidak lagi menghalang tetapi ada sukacita. Oleh sebab ada penyertaan Tuhan, mereka turut merasa sukacita kata uskup.
Kini genap 44 tahun Uskup Piong menjadi paderi dan 28 tahun sebagai Uskup kepada Keuskupan Keningau.
Ikuti temubual bersama Uskup Piong seterusnya.
Uskup Cornelius Piong ditemubual oleh DJ Uji dari KekitaanFM
Soalan: Sesudah menjadi uskup selama 28 tahun, apakah pengalaman dan cabaran yang bishop sudah lalui selama 28 tahun ini menggembala seluruh umat Keningau?
Uskup Piong: Apabila sudah menerima lantikan untuk menjadi seorang uskup, maka saya pun risau juga bagaimana memimpin dan melayani umat di sebuah keuskupan kerana tidak ada pengalaman.
Pada 1993, waktu itu berusia 44 tahun, saya cari jalan juga dan bertanya kepada para uskup yang sudah ada pada waktu itu. Mereka menasihati saya mengikuti seminar / kursus untuk para uskup baharu, saya lakukan itulah, pergi Hong Kong dan Bangkok.
Saya mengikuti kursus di AEPI Philippines pada tahun 1982 tentang kepimpinan Kristiani bersifat hamba. Jadi itu pun membantu saya berfikir bagaimana merancang.
Saya mendapat peluang lagi mengikuti kursus pada 1991 juga di AEPI tentang pengurusan pastoral iaitu bagaimana mentadbir sesebuah paroki.
Tuhan telah memberi bahan untuk mempersiapkan diri sebagai uskup. Memang mencabar tetapi bila Tuhan memanggil, kita menjawab, Dia akan membantu. Walau apapun cabaran mesti ada jalan juga bagaimana untuk mengatasinya.
Soalan: Sepanjang menjadi paderi selama 44 tahun dan menjadi uskup selama 28 tahun ini, bagaimana hubungan uskup dengan para paderi yang lain di Keuskupan Keningau ini?
Uskup Piong: Hubungan dengan para paderi itu saya rasa bagus tapi tahulah manusia masing-masing ada sikap sendiri. Kadang-kala menghairankan juga, tapi tidak apa itulah manusia.
Asalkan mereka ada semangat kekitaan, jangan saja menjadi seorang paderi tapi ada jalan sendiri, kalau begitu tiada kesatuan dan memang tidak ada kesetiaan dan apabila itu sudah tiada, memang banyak yang rosak.
Para paderi keuskupan dan paderi religius dari Keuskupan Keningau
Soalan: Di keuskupan kita ada juga paderi dari kongregasi religius yang lain.
Uskup Piong: Ya asalkan setiap kongregasi ikut visi, misi dan matlamat keuskupan kita. Mereka semua ada karisma sendiri seperti FSIC, Puteri Karmel, CSA, dan lain-lain, masing-masing punya karisma. Asal kita guna karisma itu untuk membangun kerajaan Tuhan dan bukan untuk kelompok sendiri atau diri sendiri. Kelompok kita itu dipakai oleh Tuhan untuk membangun kerajaanNya. Kita ada objektif bersama, itulah kita ada visi dan misi dan matlamat. Setiap kelompok paderi / religius harus melihat pada itu supaya pelayanannya tidak lari kepada diri sendiri atau kelompok sendiri sahaja. Tidak ada yang eksklusif.
Soalan: Slogan Kebahagiaan adalah Kekitaan (happiness is belonging) menampakkan kepimpinan Bapa Uskup.
Uskup Piong: Dalam pengalaman pelayanan di Keningau, saya lihat budaya kita itu memang sudah sedia ada semangat kekitaan, inilah semangat yang sudah dikurniakan oleh Tuhan kepada kita sebagai umat. Jadi kita kristiankan itu untuk kita gunakan sebagai landasan perjalanan iman, bukan sahaja perjalanan hidup.
Soalan: Dahulu masih ramai orang kafir tetapi cara hidup dulu-dulu sudah menampakkan kekristianan kesatuan. Saya teringat logo ‘Nantuapan’ yang sering kita gunakan, hasil inspirasi uskup sendiri.
Uskup Piong: Ya lambang ‘Nantuapan’ ini bukan sahaja cantik tetapi sangat bermakna bagi umat tempatan kita samada Dusun atau Murut dan lain-lain kerana ia melambangkan kesatuan. Apabila saya melihatnya, saya terinspirasi untuk menggunakan lambang ini kerana ia melambangkan semangat komuniti.
Di sana ada dua orang lelaki dan dua orang perempuan, mereka itu dalam perbincangan, kebiasaan orang kita dulu mereka menggunakan tapai sebagai satu pemersatu, sambil cerita, sambal modsiop (minum tapai).
Tetapi apabila saya melihat ini, mana boleh kita guna tapai sebab bagi umat Kristian, kita ada Ekaristi. Oleh sebab itu, di tengah-tengah lambang ini adalah Ekaristi. Sekali dilihat dari jauh, nampak salib pula, maka semuanya ini adalah lambang ke-Kristian-an.
Logo ‘Nantuapan’ yang melambangkan kesatuan
Soalan: Sekarang Uskup sudah 72 tahun, kita sedia maklum bahawa ada tiga tahun lagi uskup akan menjadi uskup di keuskupan ini, dan kemungkinan besar kita akan menerima uskup baru apabila usia uskup sudah menginjak ke 75 tahun. Apakah kriteria yang perlu ada oleh seorang paderi untuk layak ditahbis menjadi uskup?
Uskup Piong: Soalan ini tidak ada jawapan sebab sebelum menjadi uskup, saya sendiri pun tidak pernah bertanya tentang hal ini. Tetapi kita tahu bahawa pihak atasan, terutama sekali di pejabat Nuncio, berhubungan dengan Vatikan, mereka memang sentiasa melihat diosis mana yang memerlukan uskup baru. Mereka akan berusaha lebih awal untuk melihat hal ini.
Soalan: Apakah pemilihan itu sudah berlangsung di akhir-akhir ini?
Uskup Piong: Boleh dikatakan sudah bermula sebab setiap tahun uskup tempatan diminta untuk menghantar nama-nama yang dicadang. Tetapi belum ada lagi pemilihan serius. Apabila saya telah menulis surat peletakan jawatan, barulah pemilihan serius akan berlaku. Sekarang mereka hanya akan memperhatikan calon-calon. Perkara ini ada prosesnya.
Soalan: Apakah harapan kepada semua umat, para religious dan para paderi juga (bagi Keuskupan Keningau)?
Uskup Piong: Harapan saya agar kita terus berjalan bersama, seperti mana diharapkan Yesus sebelum dia meninggalkan kita dalam Perjamuan Terakhir malam. Dia berdoa kepada Tuhan Bapa agar kita murid-muridNya selalu dalam kesatuan, selalu dalam kesetiaan walaupun banyak godaan iblis, bergantung dan gunakan sabda Tuhan setiap hari agar mendorong kita hidup dengan kekudusan.
Dengan kuasa Roh Kudus, saya berharap bagi kita semua dalam semangat berjalan bersama ini, para paderi, tidak kira siapa, para religius, para katekis, awam, para belia, staf kesukupan dan staf di paroki-paroki, selalulah ingat bahawa Tuhan menggunakan kita dan kita dijadikanNya sebagai saluran kehadiranNya.
Selamat Hari Paska dan ingatlah selalu kita adalah umat Paska.